Mutiara Hitam dari Tanah Papua
Oleh Ibu Nurul KPPPA
Sepengal lirik lagu yang dinyanyikan oleh Yohana Susana Yembise pada acara talkshow Mata Nawja. Sampai dimanapun  kita merantau, menjadi siapapun, kita tetap bangga sebagai orang Papua. Kita tidak perlu malu menjadi orang Papua, malah bangga di tengah ketertinggalan dan keterbatasan pembangunan di Papua, para pemuda bangkit dan berprestasi.
Arti Papua menurut Yohana adalah satu tanah raksasa yang sedang tidur yang membangunkan adalah generasi muda, ditangan generasi muda Papua akan bangkit, Papua akan maju. Kebanggaan Papua memiliki kelebihan dibandingkan dengan daerah lain baik tambangnya, flora, fauna, kecantikan alamnya, apa yang ada di Papua tidak dimiliki daerah lain diantarannya banyaknya suku di Papua, terdapat 250 sampai 1.000 bahasa suku bahasa, banyak suku pedalaman yang memiliki kehidupan yang unik, banyak tumbuh-tumbuhan yang dijadikan obat hanya tumbuh di Papua.
Gelar profesor perempuan pertama yang disandang  Yohana tentu berbeda dengan gelar profesor yang disandang perempuann di daerah lain, yang membedakannya adalah keberanian Yohana mampu mendobrak kuatnya budaya patriarki, Yohana mampu menabrak budaya yang ada di Papua, biasanya perempuan Papua kalau sudah menikah akan sibuk mengurus keluarga dan rumah tangganya, mengurus suami dan anak-anaknya, lain dengan Yohana, dengan kemampuan dan kepintaran yang dimiliki beliau mengikuti berbagai pertukaran pelajar antar negara bahkan mendapat beasiswa di Canada, America Serikat. Yohanna berusaha keras mempelajari bahasa Inggris sebagai modal awal mendapat beasiswa, beliau berprinsip orang lain bisa mendapat beasiswa saya harus bisa. Berprofesi sebagai dosen bahasa Inggris di Universitas Cendana membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi Yohana untuk mendapatkan beasiswa lagi, diantaranya di Singapure dan S3 di Australia, selama ada akses dan kesempatan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya begitu saran Yohanna.
Anak Papua di mata Yohanes Surya pemerhati pendidikan science adalah anak yang unik artinya kesan yang selama ini terbangun adalah anak Papua terbelakang, padahal faktanya tidak demikian, Yohanes telah  membuktikan apabila anak Papua mendapat kesempatan belajar mereka juga bisa pintar bahkan banyak anak Papua yang mendapat juara di olimpiade matematika dan fisika tingkat dunia.  Pada waktu menemukan mereka anak-anak itu tidak bisa membaca dan menulis, dengan tekun anak-anak diajari di Yohanes Institut Serpong, mereka membuktikannya, adalah Alvionita Kogoya juara olimpiade dunia di Cina mendapat Perunggu, sedangkan Ayu Prima Millenia Rogi mendapat emas di olimpiade tingkat Asia, bahkan anak ini termasuk jenius karena I-Qnya diatas rata-rata. Ayu dan Nita masuk ke sekolah Prof. Yohannes tahun 2011 di tahun 2015 mereka mendapatkan juara olimpiade. Menurut Ayu dan Nita kondisi sekolah di Papua sangat memprihatinkan terutama di daerah pedalaman dan terpencil mereka bersekolah di tempat yang kurang layak di sebut sekolah, ruangan sekolah terbuat dari kayu yang sudah lapuk atau reyot, lantaipun tanah, guru yang ada dari kelas 1 sampai 6 hanya 1 orang, bayangkan mengajar 6 kelas tenaga 1 orang, sungguh menyedihkan, bagaimana mereka akan pintar kalau gurunya sangat terbatas. Masih menurut Ayu guru yang mereka miliki jarang datang jadi jam belajar otomatis berkurang. Begitu kondisi pendidikan di Papua. Setelah mereka dibawa ke Jakarta mendapat  kesempatan belajar mereka membuktikan bahwa mereka bisa. Bagi Ayu dan Nita belajar ke Jakarta adalah kesempatan emas, mereka bisa merubah nasib, kadang ada rasa kangen keluarga dan tanah kelahiran sampai ngambek tidak mau belajar, tapi demi mengejar cita-cita mereka tetap bersemangat untuk belajar.
Cita-cita Ayu dan Nita sungguh mulia, Nita ingin menjadi dokter dan peneliti dibidang kesehatan, dia ingin meneliti dan menghasilkan sesuatu untuk membangun Papua, masyarakat  Papua harus mendapat akses kesehatan yang sama dengan daerah lain begitu kata Nita, sedangkan Ayu bercita-cita ingin jadi penelitin dibidang kelautan dan kemaritiman, dia akan membangun Papua di bidang Maritim dan kelauatan. Semoga cita-cita mereka tercapai, Papua butuh generasi muda untuk membangun daerahnya, anak-anak ini kalau jadi pemimpin tahu apa yang daerahnya  butuhkan, dia lahir dan besar di Papua.
Persoalan kekurangan guru inilah yang mendorong cita-cita mulia Yohanes Surya melatih 300 pemuda Papua untuk dididik menjadi guru, Yohanes berpendapat bahwa bila gurunya orang Papua mereka mengerti betul kondisi alam, sosial dan budaya, sehingga mereka bisa membangun Papua dengan cara mengajar anak-anak Papua, sebenarnya pemerintah telah berusaha memenuhi kebutuhan guru, permasalahhnya guru berasal dari luar Papua, kadang-kadang guru ini tidak cocok dengan kondisi alam sosail dan budaya, akhirnya banyak guru yang kembali ke kampungnya. Prinsip Yohanes Papua mau maju kalau ada guru yang berkualitas. anak pedalaman dilatih dan dididik, mereka punya keinginan kuat untuk membangun Papua melalui pendidikan.
Salah satu calon Guru dari Papua adalah Edison logo. Dia berasal adari Jayawijaya sudah 4 tahun mengikuti pendidikan guru, dilatih menjadi guru fisika, perjalanan darat dari daerah ke kabupaten membutuhkan waktu 1 hari jalan darat,  kondisi pendidikan terbelakang mendorong Edison untuk menjadi guru di Papua, menurutnya pendidikan menjawab semua permasalahan di Papua. Padahal menurut orang barat Papua adalah pulau  madu dan susu, semua kekayaan alam ada di Papua kenapa rakyatnya terbelakang karena sarana dan prasarana pendidikan tidak memadai, bagaimana mau pintar kalau kualitas pendidikan tidak ada. Yohanes menekankan bahwa anak Papua jangan berkecil hati mereka hebat kalau ada kesempatan untuk bersekolah.
Seperti Yohana, Nita dan Ayu, ada satu lagi kebanggaan bangsa Indonesia terhadap sosok anak muda ini yang ikut memperkuat Tim Nasional PSSI adalah Okto, bagaimana Okto harus berjuang melawan kemiskinan di Papua, dia harus menjadi kuli panggul ikan, untuk beli sepatu bola dan bola, Okto harus berjualan ikan, dia juga bertekad mengharumkan nama Papua di mata nasional bahkan dunia melalui sepak bola, ditengah keterbatasan Okto mampu menunjukkan prestasi.
Menurut Yohana memang akses dan kesempatan pendidikan terutama daerah terpencil susah dijangkau terutama transportasinya, ada 2 wilayah besar di Papua yaitu mereka yang hidup dipingir pantai dan daerah pegunungan, paling besar masyarakat Papua ada di pengunungan yang susah dijangkau. Kurikulum untuk Papua juga harus beda mereka mempelajari bahasa Indonesia juga agak susah ditambah bahasa Inggris, tapi sekarang anak-anak Papua sudah membuktikan bila ada kesempatan mereka juga pintar, Yohana juga membuktikan bisa mendapatkan gelar profesor bahkan menyadang jabatan sebagai menteri, jabatan tinggi yang tugasnya berat, Yohana mampu